Ayu Lestari
D'Boss!

Hi I'm Ayu Lestari. The owner of this blog.Thankyou


Entries About Linkies Stuff


none

Put your CBOX codes here!

none

Template: ririn and Me
Basecodes: dinda Ayu Lestari
Others:   
Manajemen Mutu dalam Pelayanan Keperawatan


yes revisi ke 4 :')


MAKALAH
KEPEMIMPINAN DAN MENEJEMEN KEPERAWATAN
Manajemen Mutu dalam Pelayanan
Keperawatan




Dosen Pembimbing :
Heryati, S.Kp., M.Kes

Disusun oleh :
Ayu Lestari
P3.73.20.3.13.004
Tingkat II C


POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
Jl. Persahabatan Raya Rawamangun Jakarta Timur,
Tel. 021 4759554 Fax. 021 4759554

Kata Pengantar

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas segala rahmat-Nya, makalah yang berjudul “Manajemen Mutu dalam Pelayanan Keperawatan” ini terselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam rangka tugas pada mata kuliah Manajemen Keperawatan di Program Studi Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta III.
            Dalam pembuatan makalah ini penulis menemukan banyak hambatan dan kesulitan, namun berkat bimbingan dan pengarahan dari beberapa pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikannya tepat waktu. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.      Yeti Resnayati, SKp., MKes selaku Ketua Jurusan Keperawatan
2.      Ns. Ulty Desmarnita, SKp., MKes., Sp. Mat Ketua Program Studi Keperawatan
3.      Dra Pudjiati, S.Kp., M.Kes  selaku Koordinator MK ManKep
4.      Heryati, S.Kp., M.Kes selaku dosen pembimbing MK ManKep
5.      Orang tua kami yang telah mendoakan, dan
6.      Teman-teman semua yang telah banyak membantu.
            Semoga bantuan dan jasa baik yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang sesuai dari Allah SWT.
Penulis menyadari sepenuhnya akan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki sehingga penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan lapang hati penulis bersedia menerima kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan bagi khasanah ilmu pengetahuan, khususnya tenaga keperawatan.
                                                                                                 Jakarta, 12 Oktober 2014
                                                                                                

                                                                                                                Penulis


BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan utama dari pelayanan rumah sakit. Hal ini terjadi karena pelayanan keperawatan diberikan selama 24 jam kepada pasien yang membutuhkannya, berbeda dengan pelayanan medis dan pelayanan kesehatan lainnya yang hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada kliennya. Dengan demikian pelayanan keperawatan perlu ditingkatkan kualitasnya secara terus-menerus dan berkesinambungan sehingga pelayanan rumahsakit akan meningkat juga seiring dengan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan. (Ritizza, 2013)
Kualitas pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh proses, peran dan fungsi dari manajemen pelayanan keperawatan, karena manajemen keperawatan adalah suatu tugas khusus yang harus dilaksanakan oleh manajer/ pengelola keperawatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan serta mengawasi sumber-sumber yang ada, baik sumber daya maupun sumber dana sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif dan efisien baik kepada klien, keluarga dan masyarakat. (Donny, 2014)
Mengingat pentingnya peranan manajemen pelayanan keperawatan, maka dalam makalah ini penulis akan menguraikan tentang pengertian, proses, dimensi, penilaian, strategi, indikator, standar, dan peran dalam menejemen mutu pelayanan keperawatan sehingga dapat menggambarkan bagaimana manajemen keperawatan yang bermutu seharusnya dilaksanakan.


B.  Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Mahasiswa Mengetahui mengenai Manajemen Mutu dalam Pelayanan Keperawatan
Tujuan Khusus
1.      Mahasiswa Mampu Menjelaskan Pengertian Menejemen Mutu dalam Pelayanan
Keperawatan
2.      Mahasiswa Mampu Menjelaskan Proses Quality Control ( Kendali Mutu )
3.      Mahasiswa Mampu Menjelaskan Dimensi Mutu
4.      Mahasiswa Mampu Menjelaskan Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan
5.      Mahasiswa Mampu Menjelaskan Strategi Mutu Pelayanan Keperawatan
6.      Mahasiswa Mampu Menjelaskan Indikator Mutu Keperawatan
7.      Mahasiswa Mampu Menjelaskan Pengembangan Standar Pelayanan Keperawatan
8.      Mahasiswa Mampu Menjelaskan Peran Pemimpin dalam Meningkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan
C.    Ruang Lingkup
Sistem Manajemen dan Kepemimpinan dalam praktek keperawatan sangatlah luas dan kompleks. Agar pembahasan lebih terarah, dalam makalah ini penulis hanya membahas mengenai aspek Menejemen Mutu dalam Pelayanan keperawatan.
D.    Metode Penulisan
Dalam maklah ini menggunakan metode penulisan deskriptif dengan menggunakan teknik study literature dari berbagai sumber yang terkait dengan Manajemen Mutu dalam Pelayanan Keperawatan.
E.     Sistematika Penulisan
Pada makalah ini, dimulai dengan bab pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang masalah, tujuan penulisan, ruang lingkup masalah, sistematika penulisan dan yang terakhir metode penulisan.
Dilanjutkan dengan bab ke dua yang berisi tentang tinjauan teoritis yang terdiri dari Pengertian Mutu dalam Pelayanan Keperawatan dari para ahli, Proses Quality Control (Kendali Mutu), Dimensi Mutu Pelayanan Keperawatan, Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan, Strategi Mutu Pelayanan Keperawatan, Indikator Mutu Keperawatan, Pengembangan Standar Pelayanan Keperawatan, Peran Pemimpin dalam Meningkatkan Mutu Pelayanan Keperawatan.
Bab ke tiga berisi tentang Pembahasan, penulis membahas permasalahan yang sering muncul dalam menejemen keperawatan.
Bab keempat merupakan bab penutup dari makalah ini, pada bab ini penulis menyimpulkan uraian yang sebelumnya sudah di jelaskan, dan juga daftar pustaka.


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    Pengertian Mutu dalam Pelayanan Keperawatan
1.      Mutu
                              Pengertian mutu berbeda diantara tiap orang, ada yang berarti bagus, luxurious, ataupun paling bagus. Tetapi ada beberapa pengertian mutu menurut para ahli, sebagai berikut:
Mutu merupakan gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan.(American society for quality control). Mutu adalah “fitness for use” atau kemampuan kecocokan penggunaan.(J.M. Juran, 1989).
Azwar (1996) menjelaskan bahwa mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati dan juga merupakan kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan, sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa mutu adalah penyesuaian terhadap keinginan pelanggan dan sesuai dengan standar yang berlaku serta tercapainya tujuan yang diharapkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka mutu dapat dikatakan sebagai kondisi dimana hasil dari produk sesuai dengan kebutuhan pelanggan, standar yang berlaku dan tercapainya tujuan. Mutu tidak hanya terbatas pada produk yang menghasilkan barang tetapi juga untuk produk yang menghasilkan jasa atau pelayanan termasuk pelayanan keperawatan.

2.   Pelayanan Keperawatan
a.  Pelayanan
Produk yang dihasilkan oleh suatu organisasi dapat menghasilkan barang  atau jasa. Jasa diartikan juga sebagai pelayanan karena jasa itu menghasilkan pelayanan (Supranto, 2006). Definisi mengenai pelayanan telah banyak dijelaskan, dan Kottler (2000, dalam Supranto, 2006) menjelaskan mengenai definisi pelayanan adalah suatu perbuatan di mana seseorang atau suatu kelompok menawarkan pada kelompok/orang lain sesuatu yang pada dasarnya tidak berwujud dan produksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan fisik produk, sedangkan Tjiptono (2004) menjelaskan bahwa pelayanan merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual, sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan itu merupakan suatu aktivitas yang ditawarkan dan menghasilkan sesuatu yang tidak berwujud namun dapat dinikmati atau dirasakan.
Kotler (1997, dalam Supranto, 2006) juga menjelaskan mengenai karakteristik dari pelayanan dengan membuat batasan-batasan untuk jenis-jenis pelayanan pelayanan sebagai berikut :
1)      pelayanan itu diberikan dengan berdasarkan basis peralatan (equipment based) atau basis orang (people based) dimana pelayanan berbasis orang berbeda dari segi penyediaannya, yaitu pekerja tidak terlatih, terlatih atau profesional; Disampaikan dalam Pelatihan Manajemen Keperawatan
2)      beberapa jenis pelayanan memerlukan kehadiran dari klien (client’s
precense);
3)      pelayanan juga dibedakan dalam memenuhi kebutuhan perorangan
(personal need) atau kebutuhan bisnis (business need); dan
4)      pelayanan yang dibedakan atas tujuannya, yaitu laba atau nirlaba (profit or non profit) dan kepemilikannya swasta atau publik (private or public).
Berdasarkan dari pendapat-pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pelayanan merupakan salah satu bentuk hasil dari produk yang memberikan pelayanan yang mempunyai sifat tidak berwujud sehingga pelayanan hanya dapat dirasakan setelah orang tersebut menerima pelayanan tersebut. Selain itu, pelayanan memerlukan kehadiran atau partisipasi pelanggan dan pemberi pelayanan baik yang professional maupun tidak profesional secara bersamaan sehingga dampak dari transaksi jual beli pelayanan dapat langsung dirasakan dan jika pelanggan itu tidak ada maka pemberi pelayanan tidak dapat memberikan pelayanan.


b.  Keperawatan
Keperawatan sudah banyak didefinisikan oleh para ahli, dan menurut Herderson (1966, dalam Kozier et al, 1997) menjelaskan keperawatan sebagai kegiatan membantu individu sehat atau sakit dalam melakukan upaya aktivitas untuk membuat individu tersebut sehat atau sembuh dari sakit atau meninggal dengan tenang (jika tidak dapat disembuhkan), atau membantu apa yang seharusnya dilakukan apabila ia mempunyai cukup kekuatan, keinginan, atau pengetahuan. Sedangkan Kelompok Kerja Keperawatan (1992) menyatakan bahwa keperawatan adalah suatu bentuk layanan profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan, berbentuk layanan bio-psiko-sosio-spiritual yangm komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat, yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Layanan keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan dalam melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri.
Pelayanan Keperawatan yang diberikan kepada pasien menimbulkan adanya interaksi antara perawat dan pasien, sehingga perlu diperhatikan kualitas hubungan antara perawat dan pasien. Hubungan ini dimulai sejak pasien masuk rumah sakit. Kozier et al (1997) menyatakan bahwa hubungan perawat-pasien menjadi inti dalam pemberian asuhankeperawatan, karena keberhasilan penyembuhan dan peningkatan kesehatan pasien sangat dipengaruhi oleh hubungan perawat-pasien. Oleh karena itu metode pemberian asuhan keperawatan harus memfasilitasi efektifnya hubungan tersebut. Konsep yang mendasari hubungan perawat pasien adalah hubungan saling percaya, empati, caring, otonomi, dan mutualitas.
Pengertian keperawatan di atas dikaitkan dengan karakteristik dan batasan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka keperawatan dapat dikatakan sebagai jenis produk yang menghasilkan pelayanan yang berbasis orang (people based) yaitu berbasis pada pasien baik sakit maupun sehat akibat ketidaktahuan, ketidakmampuan, atau ketidakmauan dengan menyediakan layanan keperawatan oleh tenaga perawat profesional berbentuk layanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif. Sebagai suatu praktek keperawatan yang profesional, dalam pelayanannya menggunakan pendekatan proses keperawatan yang merupakan metode yang sistematis dalam memberikan asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Namun dalam pelaksanaannya harus memperhatikan kualitas hubungan antara perawat dan pasien yaitu rasa percaya, empati dan caring.

Berdasarkan penjelasan mengenai mutu dan pelayanan keperawatan di atas, maka Mutu Pelayanan Keperawatan dapat merupakan suatu pelayanan keperawatan yang komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual yang diberikan oleh perawat profesional kepada pasien (individu, keluarga maupun masyarakat) baik sakit maupun sehat, dimana perawatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dan standar pelayanan.

B.        Proses Quality Control ( Kendali Mutu )
Secara sederhana proses kendali mutu ( Quality Control ) dimulai dari menyusun strandar – standar mutu, selanjutnya mengukur kinerja dengan membandingkan kinerja yang ada dengan standar yang telah ditetapkan. Apabila tidak sesuai, dilakukakn tindakan koreksi. Bila diinginkan peningkatan kinerja perlu menyusun standar baru yang lebih tinggi dan seterusnya. (Djoko Wijono, 1999)
Susun standar - standar

Ukur dan monitor kerja
Bandingkan kinerja dan standar

Apakah standar dipenuhi ?

                                                                                                                                                           
Ambil Tindakan Koreksi
Lanjutkan Cara Pelaksanaan tersebut

 

 
C.    Dimensi Mutu Pelayanan Keperawatan
Windy (2009) menyatakan bahwa dimensi mutu dalam pelayanan keperawatan terbagi kedalam 5 macam, diantaranya:
1.      Tangible (bukti langsung)
Merupakan hal-hal yang dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh pasien yang meliputi ‘fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan staf keperawatan’. Sehingga dalam pelayanan keperawatan, bukti langsung dapat dijabarkan melalui : kebersihan, kerapian, dan kenyamanan ruang perawatan; penataaan ruang perawatan; kelengkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan perawatan yang digunakan; dan kerapian serta kebersihan penampilan perawat.

2.      Reliability (keandalan)
Keandalan dalam pelayanan keperawatan merupakan kemampuan untuk memberikan ‘pelayanan keperawatan yang tepat dan dapat dipercaya’, dimana ‘dapat dipercaya’ dalam hal ini didefinisikan sebagai pelayanan keperawatan yang ‘konsisten’. Oleh karena itu, penjabaran keandalan dalam pelayanan keperawatan adalah : prosedur penerimaan pasien yang cepat dan tepat; pemberian perawatan yang cepat dan tepat; jadwal pelayanan perawatan dijalankan dengan tepat dan konsisten (pemberian makan, obat, istirahat, dan lain-lain); dan prosedur perawatan tidak berbelat belit.

3.      Responsiveness (ketanggapan) :
Perawat yang tanggap adalah yang ‘bersedia atau mau membantu pelanggan’ dan memberikan’pelayanan yang cepat/tanggap’. Ketanggapan juga didasarkan pada persepsi pasien sehingga faktor komunikasi dan situasi fisik disekitar pasien merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Oleh karena itu ketanggapan dalam pelayanan keperawatan dapat dijabarkan sebagai berikut : perawat memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti oleh pasien; kesediaan perawat membantu pasien dalam hal beribadah; kemampuan perawat untuk cepat tanggap menyelesaikan keluhan pasien; dan tindakan perawat cepat pada saat pasien membutuhkan.

4.      Assurance (jaminan kepastian)
Jaminan kepastian dimaksudkan bagaimana perawat dapat menjamin pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien berkualitas sehingga pasien menjadi yakin akan pelayanan keperawatan yang diterimanya. Untuk mencapai jaminan kepastian dalam pelayanan keperawatan ditentukan oleh komponen : ‘kompetensi’, yang berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan; ‘keramahan’, yang juga diartikan kesopanan perawat sebagai aspek dari sikap perawat; dan ‘keamanan’, yaitu jaminan pelayanan yang menyeluruh sampai tuntas sehingga tidak menimbulkan dampak yang negatif pada pasien dan menjamin pelayanan yang diberikan kepada pasien aman. Disampaikan dalam Pelatihan Manajemen Keperawatan.

5.      Emphaty (empati)
Empati lebih merupakan ’perhatian dari perawat yang diberikan kepada pasien secara individual’. Sehingga dalam pelayanan keperawatan, dimensi empati dapat diaplikasikan melalui cara berikut, yaitu : memberikan perhatian khusus kepada setiap pasien; perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarganya; perawatan diberikan kepada semua pasien tanpa memandang status sosial dan lain-lain.

Uraian mengenai dimensi mutu di atas akan membantu kita untuk menentukan mutu pelayanan keperawatan. Mutu pelayanan keperawatan jika dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari input, proses dan outcome, maka mutu pelayanan keperawatan merupakan interaksi dan ketergantungan antara berbagai aspek, komponen atau unsur pelayanan keperawatan. Dan untuk menjaga mutu pelayanan keperawatan perlu dilakukan penilaian sebagai evaluasi dari mutu pelayanan tersebut. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai penilaian mutu yang akan dibahas pada sub bab berikut ini.

D.    Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan
Penilaian terhadap mutu dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang dikelompokkan dalam tiga komponen, yaitu :

1.      Audit Struktur (Input)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) mengatakan bahwa struktur merupakan masukan (input) yang meliputi sarana fisik perlengkapan/peralatan, organisasi, manajemen, keuangan, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya dalam fasilitas keperawatan. Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari jumlah besarnya mutu, mutu struktur, besarnya anggaran atau biaya, dan kewajaran. Penilaian juga dilakukan terhadap perlengkapan-perlengkapan dan instrumen yang tersedia dan dipergunakan untuk pelayanan. Selain itu pada aspek fisik, penilaian juga mencakup pada karakteristik dari administrasi organisasi dan kualifikasi dari profesi kesehatan. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Tappen (1995), yaitu bahwa struktur berhubungan dengan pengaturan pelayanan keperawatan yang diberikan dan sumber daya yang memadai. Aspek dalam komponen struktur dapat dilihat melalui :
a.     Fasilitas, yaitu kenyamanan, kemudahan mencapai pelayanan dan keamanan
b.     Peralatan, yaitu suplai yang adekuat, seni menempatkan peralatan
c.     Staf, meliputi pengalaman, tingkat absensi, ratarata turnover, dan rasio pasien-perawat
d.    Keuangan, yaitu meliputi gaji, kecukupan dan sumber keuangan.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka pendekatan struktur lebih difokuskan pada hal-hal yang menjadi masukan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan, diantaranya yaitu :
a.          Fasilitas fisik, yang meliputi ruang perawatan yang bersih, nyaman dan aman, serta  penataan ruang perawatan yang indah;
b.         Peralatan, peralatan keperawatan yang lengkap, bersih, rapih dan ditata dengan baik;
c.          Staf keperawatan sebagai sumber daya manusia, baik dari segi kualitas maupun kuantitas
d.         Keuangan, yang meliputi bagaimana mendapatkan sumber dan alokasi   
dana.
Faktor-faktor yang menjadi masukan ini memerlukan manajemen yang baik, baik manajemen sumber daya manusia, keuangan maupun logistik.

2.       Proses (Process)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) menjelaskan bahwa pendekatan ini merupakan proses yang mentransformasi struktur (input) ke dalam hasil (outcome). Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan (perawat) dan interaksinya dengan pasien.
Dalam kegiatan ini mencakup diagnosa, rencana perawatan, indikasi tindakan, prosedur dan penanganan kasus. Dengan kata lain penilaian dilakukan terhadap perawat dalam merawat pasien. Dan baik tidaknya proses dapat diukur dari relevan tidaknya proses bagi pasien, fleksibelitas/efektifitas, mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya, dan kewajaran (tidak kurang dan tidak berlebihan). Tappen (1995) juga menjelaskan bahwa pendekatan pada proses dihubungkan dengan aktivitas nyata yang ditampilkan oleh pemberi pelayanan keperawatan.. Penilaian dapat melalui observasi atau audit dari dokumentasi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan  ini difokuskan pada pelaksanaan pemberian pelayanan keperawatan oleh  perawat terhadap pasien dengan menjalankan tahap-tahap asuhan keperawatan. Dan dalam penilaiannya dapat menggunakan teknik observasi maupun audit dari dokumentasi keperawatan. Indikator baik tidaknya proses dapat dilihat dari kesesuaian pelaksanaan dengan standar operasional prosedur, relevansi tidaknya dengan pasien dan efektifitas pelaksanaannya.

3.      Hasil (Outcome)
Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat terhadap   pasien. Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun negatif. Sehingga baik tidaknya hasil dapat diukur dari derajat kesehatan pasien dan kepuasan pasien terhadap pelayanan perawatan yang telah diberikan (Donabedian, 1987 dalam Wijono 2000).
Sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa outcome berkaitan dengan hasil dari aktivitas yang diberikan oleh petugas kesehatan. Hasil ini dapat dinilai dari efektifitas dari aktivitas pelayanan keperawatan yang ditentukan dengan tingkat kesembuhan dan kemandirian. Sehingga dapat dikatakan bahwa fokus pendekatan ini yaitu pada hasil dari pelayanan keperawatan, dimana hasilnya adalah peningkatan derajat kesehatan pasien dan kepuasan pasien. Sehingga kedua hal tersebut dapat dijadikan indikator dalam menilai mutu pelayanan keperawatan.
Pendekatan-pendekatan di atas dapat digunakan sebagai indikator dalam melakukan penilaian terhadap mutu. Namun sebagai suatu sistem penilaian mutu sebaiknya dilakukan pada ketiga unsur dari sistem tersebut yang meliputi struktur, proses dan hasil. Dan setelah didapatkan hasil penilaiannya, maka dapat dilakukan strategi yang tepat untuk mengatasi kekurangan atau penilaian negatif dari mutu pelayanan tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, strategi peningkatan mutu mengalami perkembangan yang dapat menjadi wacana kita mengenai strategi mana yang tepat dalam melakukan upaya yang berkaitan dengan mutu pelayanan.
Oleh karena itu pada sub bab berikutnya akan dibahas mengenai strategi dalam mutu pelayanan keperawatan.

E.   Strategi Mutu Pelayanan Keperawatan
1.   Quality Assurance (Jaminan Mutu)
Quality Assurance mulai digunakan di rumah sakit sejak tahun 1960-an implementasi pertama yaitu audit keperawatan. Strategi ini merupakan program untuk mendesain standar pelayanan keperawatan dan mengevaluasi pelaksanaan standar tersebut (Swansburg, 1999).
Sedangkan menurut Wijono (2000), Quality Assurance sering diartikan sebagai menjamin mutu atau memastikan mutu karena Quality Assurance berasal dari kata to assure yang artinya meyakinkan orang, mengusahakan sebaik-baiknya, mengamankan atau menjaga. Dimana dalam pelaksanaannya menggunakan teknik-teknik seperti inspeksi, internal audit dan surveilan untuk menjaga mutu yang mencakup dua tujuan yaitu : organisasi mengikuti prosedur pegangan kualitas, dan efektifitas prosedur tersebut untuk menghasilkan hasil yang diinginkan.
Dengan demikian quality assurance dalam pelayanan keperawatan adalah kegiatan menjamin mutu yang berfokus pada proses agar mutu pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan standar. Dimana metode yang digunakan adalah :
a. Audit internal dan surveilan untuk memastikan apakah proses pengerjaannya (pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien) telah sesuai dengan standar operating procedure (SOP)
b.Evaluasi proses
c. Mengelola mutu
d.      Penyelesaian masalah. Sehingga sebagai suatu system (input, proses, outcome), menjaga mutu pelayanan keperawatan difokuskan hanya pada satu sisi yaitu pada proses pemberian pelayanan keperawatan untuk menjaga mutu pelayanan keperawatan

2.  Continuous Quality Improvement (Peningkatan Mutu Berkelanjutan)
Continuous Quality Improvement dalam pelayanan kesehatan merupakan perkembangan dari Quality Assurance yang dimulai sejak tahun 1980-an. Menurut Loughlin dan Kaluzny (1994, dalam Wijono 2000) bahwa ada perbedaan sedikit yaitu Total Quality Management dimaksudkan pada program industry sedangkan Continuous Quality Improvement mengacu pada klinis. Wijonon (2000) mengatakan bahwa Continuous Quality Improvement itu merupakan upaya peningkatan mutu secara terus menerus yang dimotivasi oleh keinginan pasien. Tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu yang tinggi dalam pelayanan keperawatan yang komprehensif dan baik, tidak hanya memenuhi harapan aturan yang ditetapkan standar yang berlaku.
Pendapat lain dikemukakan oleh Shortell dan Kaluzny (1994) bahwa Quality Improvement merupakan manajemen filosofi untuk menghasilkan pelayanan yang baik. Dan Continuous Quality Improvement sebagai filosofi peningkatan mutu yang berkelanjutan yaitu proses yang dihubungkan dengan memberikan pelayanan yang baik yaitu yang dapat menimbulkan kepuasan pelanggan (Shortell, Bennett dan Byck, 1998).
 Sehingga dapat dikatakan bahwa Continuous Quality Improvement dalam keperawatan adalah upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan secara terus menerus yang memfokuskan mutu pada perbaikan mutu secara keseluruhan dan kepuasan pasien. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai karakteristik-karakteristik yang dapat mempengaruhi mutu dari outcome yang ditandai dengan kepuasan pasien.

3.  Total quality manajemen (TQM)
Total Quality Manajemen (manajemen kualitas menyeluruh) adalah suatu cara meningkatkan performansi secara terus menerus pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia dan berfokus pada kepuasan pasien dan perbaikan mutu menyeluruh. (Windy, 2009)

F.     Indikator Mutu Keperawatan
Indikator Mutu Keperawatan menurut ANA
Kategori
Ukuran

Ukuran berfokus outcomes pasien
1
Angka kematian pasien karena komplikasi operasi
2
Angka decubitus
3
Angka pasien jatuh
4
Angka psien jatuh dengan cidera
5
Angka restrain
6
ISK karena pemasangan cateter di ICU
7
Blood stream infection karena pemasangan cateter line central di ICU dan HDNC
8
VAP di ICU dn HDNC
Ukuran berfokus pada intervensi perawat
9
Konseling berhenti merokok pada kasus AMI

10
Konseling berhenti merokok pada kasus Gagal jantung

11
Konseling berhenti merokok pada kasus Peneumonia

Ukuran berfokus pada system
12
Perbandingan antara RN, LVN/LPN, UAP dan kontrak

13
Jam perawatan pasien per hari oleh RN,LPN/LPN dan UAP

14
Practice Environment Scale—Nursing Work Index

15
Turn over







Sumber: The National Database of Nursing Quality Indicators (NDNQI),2007.
G.  Pengembangan Standar Pelayanan Keperawatan
1.   Standar 1
Falsafah dan tujuan Pelayanan keperawatan diorganisasi dan dikelola agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal bagi pasien sesuai dengan standar yang ditetapkan.  Kriteria:
a.       Dokumen tertulis yang memuat tujuan pelayanan keperawatan harus mencerminkan peran rumah sakit, dan harus menjadi acuan pelayanan keperawatan serta diketahui oleh semua unit lain. Dokumen ini harus selalu tersedia untuk semua petugas pelayanan keperawatan
b.      Setiap unit keperawatan dapat mengembangkan sendiri tujuan khusus pelayanan keperawatan.
c.       Dokumen ini harus disempurnakan paling sedikit setiap 3 tahun.
d.      Bagan  struktur organisasi harus memperlihatkan secara jelas garis
e.       Komando, tanggung jawab, kewenangan serta hubungan kerja dalam pelayanan keperawatan dan hubungan dengan unit lain.
f.       Uraian tugas tertentu yang tertulis harus diberikan kepada setiap petugas hal hal sebagai berikut :
1)      Kualifikasi yang dibutuhkan untuk jabatan petugas yang bersangkutan garis kewenangan
2)      Fungsi dan tanggungjawab
3)      Frekuensi dan jenis penilaian kemamapuan staf
4)      Masa kerja dan kondisi pelayanan (Etika LavleeHongki, 2012)

2.      Standar 2
Administrasi dan pengelolaan Pendekatan sistematika yang digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan yang berorientasi pada kebutuhan pasien. Kriteria:
a.       Asuhan keperawatan mencerminkan standar praktek keperawatan yang berlaku dan ditujukan pada pasien atau keluarganya, yang mencakup asuhan keperawatan dasar, penugasan pasien atau keperawatan terpadu.
b.      Perawat bertanggungjawab terhadap semua aspek asuhan keperawatan
c.       Staff keperawatan senantiasa harus menghormati hak keleluasaan pribadi, martabat dan kerahasiaan pasien.
d.      Staff keperawatan berpartisipasi pada berbagai pertemuan tentag asuhan pasien
e.       Penelitian keperawatan
f.       Bila penelitian keperawatan dilakukan, hak asasi pasien harus dilindungi sesuai dengan pedoman yang berlaku dengan menjunung tinggi etika profesi (Etika LavleeHongki, 2012)

3.      Standar 3
Staff dan pimpinan Pelayanan keperawatan dikelola untuk mencapai tujuan pelayanan. Kriteria:
a.       Pelayanan keperawatan dipimpin oleh seorang perawat yang mempunyai kualifikasi manager.
b.      Kepala keperawatan mempunyai kewenangan atau bertanggungjawab bagi berfungsinya pelayanan keperawatan ; sebagai anggota pimpinan harus aktif menghadiri rapat pimpinan.
c.       Apabila kepala perawatan berghalangan harus ada seorang perawat pengganti yang cakap dapat diserahi tanggungjawab dan kewenangan.
d.      Setiap perawat harus mempunyai izin praktek perawat yang masi berlaku dan berkualifikasi professional sesuai jabatan yang didudukinya.
e.       Jumlah dan jenis tenaga keperawatan disesuaikan dengan kebutuhan pasien  fasilitas dan peralatan (Etika LavleeHongki, 2012)

4.      Standar 4
Fasilitas dan peralatan harus memadai untuk mencapai tujuan peayanan keperawatan. Kriteria:
a.       Tersedianya tempat dan peralatan yang sesuai untuk melaksanakan tugas
b.      Bila digunakan peralatan khusus, peralatan tersebut dijalankan oleh staf yang telah mendapatkan pelatihan. (Etika LavleeHongki, 2012)

5.      Standar 5
Kebijakan dan prosedur Adanya kebijakan dan prosedur secara tertulis yang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan prinsip praktek keperawatan yang konsisten dengan tujuan pelayanan keperawatan. Kriteria:
a.       Kepala keperawatan bertanggung jawab terhadap perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur keperawatan.
b.      Staf keperawatan yang aktif terlibat dalam asuhan langsung kepada pasien harus diikut sertakan dalam perumusan kebijakan dan prosedur keperawatan.
c.       Ada bukti bahwa staf keperawatan bertindak berdasarkan ketentuan hukum yang mengatur standar pratek keperawatan dan berpedoman pada etika profesi yang berlaku.
d.      Ada kebijakan mengenai ruang lingkup dan batasan tanggung jawab serta kegiatan staf keperawatan Pengertian: Sebagai contoh kebijakan ialah penyuntikan/ pengobatan pada terapi intravena, pemberian darah dan produk darah, menerima pesan melalui telepon, pemberian informasi kepada mass media dan polisi, pencatatan dan pelaporan, pelaksanaan prosedur kerja.
e.       Tersedianya pedoman praktek keperawatan yang meliputi:
1)      Prinsip-prinsip yang mendasari prosedur
2)      Garis besar prosedur
3)      Kemungkinan perawat menyesuaikan prosedur terhadap kebutuhan pasien. (Etika LavleeHongki, 2012)

6.      Standar 6
Pengembangan staf dan program pendididkan Harus ada program pengembangan dan pendidikan berkesinambungan agar setiap keperawatan dapat meningkatkan kemampuan profesionalnya. Kriteria:
a.       Program pengembangan staf dikoordinasi oleh seorang perawat terdaftar
b.      Tujuan program orientasi dan pelatihan harus mengacu pada efektifitas program pelayanan.
c.       Tersedianya program orientasi bagi smua staf keperawatan yang baru dan bagi perawat yangbaru ditempatkan pada bidang khusus, meliputi :
1)      Informasi tentang hubungan antara pelayana keperawatan dengan rumah sakit
2)      Penjelasan mengenai kebijakan dan prosedur kerja dirumah sakit dan pelayanan keperawatan
3)      Penjelasan mengenai metode penugasan asuhan keperawatan dan standar praktek keperawatan.
4)      Prosedur penilaian terhadap staf keperawatan
5)      Penjelasan mengenai tugas dan fungsi khusus , garis kewenangan, dan ruang lingkup tanggung jawab
6)      Cara untuk mendapatkan bahan – sumber yang tepat
7)      Identifikasi kebutuhan belajar bagi tiap individu
8)      Petunjuk mengenai prosedur pengamanan yang harus diikuti
9)      Pelatihan mengenai tekhnik pertolongan hidup dasar (basic life support).
d.  Pencatatan kehadiran staf dalam program pengembanagan harus disimpan   dengan baik. (Etika LavleeHongki, 2012)
7.   Standar 7
Evaluasi dan pengendalian mutu Pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan yang mutu tinggi dengan terus menerus melibatkan diri dalam program pengendalian mutu dirumah sakit. Kriteria:
a.       Adanya rencana tertulis untuk melaksanakan program pengendalian mutu keperawatan.
b.       Program pengendalian mutu keperawatan meliputi:
1)      Pelayanan keperawatan terhadap standar yang telah ditetapkan.
2)      Penampilan kerja semua tenaga perawat.
3)      Proses dan hasil pelayanan keperawatan.
4)      Tersedianya pendayagunaan sumber daya dari rumah sakit.
c.  Perawat terdaftar ditugaskan untuk mengkoordinasi program ini. Kegiatan   pengendalian mutu meliputi hal-hal:
1)      Pemantauan: pengumpulan informasi secara rutin tentang pemberian pelayanan yang penting. Pengkajian: pengkajian secara periode tentang
2)      Informasi tersebut diatas untuk mengidentififkasi maslaah penting dalam pemberian pelayanan dan kemungkinan untuk mengatasinya.
3)      Tindakan : bila dan kemungkinan untuk mengatasi telah diketahui maka tindakan harus diambil.
4)      Evaluasi : keefektifan tindakan yang diambil harus di efaluasi untuk dimanfaatkan dalam jangga panjang.
5)      Umpan balik : hasil kegiatan dikomunikasikan kepada staf secara teratur .
d.      Daftar hadir dan periksalah pertemuan disimpan,yang secara teliti mencerminkan transaksi , kesimpulan , rekomendasi ,tindakan yang diambil, dan hasil tindakan tersebut,sebagaihasil dari kegiatan-kegiatan pengendalian mutu. (Etika LavleeHongki, 2012)

2.8  Peran Pemimpin dalam Meningkatkan Mutu Pelayanan Keperawatan
Dalam menyikapi tantangan global terhadap tuntutan pelayanan keperawatan maka diperlukan suatu kinerja kepemimpinan yang baik (leadership behavior). Berbagai kondisi yang mempengaruhi pelayanan keperawatan saat ini adalah tingginya angka kematian ibu dan bayi, gizi buruk, penyakit infeksi menular, degenerative, HIV/AIDS, flu burung, SARS, tingginya angka dari gangguan kesehatan mental, dan lain lain.
Anggri (2011) menyatakan peran sebagai seorang pemimpin dalam pelayanan keperawatan adalah menjadi model kepemimpinan yang berpusat pada prinsip (principle centered leadership). Jika seseorang atau organisasi mempunyai sutu prinsip dalam hal kepemimpinan, maka akan menjadi model bagi orang ataupun organisasi lainnya. Suatu model, karakter, dan kompetensi akan menghasilkan sikap kepercayaan yang didapatkan dari orang lain maupun lingkungan sekitar. Model kepemimpinan adalah suatu kombinasi diri kita sebagai pribadi dan kompetensi yang telah kita kerjakan sehingga kedua kualitas ini dapat mewakili potensi kita sebagai leadership.
Menurut keputusan mentri kesehatan republik Indonesia (2005) peran kepemimpinan dalam bidang pendidikan keperawatan dapat diterapkan dalam tatanan akademik maupun tatanan klinik, dimana keduanya sangat berperan penting dalam membentuk seseorang yang profesional dan dapat mengembangkan profesi kepemimpinan yang dimiliki. Untuk itu sangat diperlukan kemampuan institusi pendidikan dalam membangun pelayanan keperawatan seperti yang ada pada puskesmas, rumah sakit dan pelayanan keperawatan lainnya.
Upaya dalam peningkatan mutu pelayanan keperawatan dapat dilaksanakan melalui clinical governance yang merupakan suatu cara atau system yang menjamin dan meningkatkan mutu pelayanan secara sistematis dan efisien dalam suatu organisasi kesehatan seperti halnya rumah sakit. Upaya peningkatan mutu sangat terkait dengan standar baik secara input, proses maupun outcome. Standar outcome sangatlah penting sebagai indicator mutu klinis. Dalam adanya penetapan indicator mutu pelayanan keperawatan maka dapat memonitoring pencapaian outcome yang diharapkan atau menjadi tujuan dari pelayanan keperawatan. Upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan tidak dapat dipisahkan dengan upaya standarisasi pelayanan keperawatan, karena itu pelayanan keperawatan di rumah sakit wajib memiliki standar pelayanan keperawatan. Tanpa adanya standar sulit untuk melakukan pengukuran mutu layanan. Standar pelayanan medis disusun oleh Ikatan Dokter Indonesia, sebagai salah satu upaya penertiban dan peningkatan manajemen rumah sakit dengan memanfaatkan pendayagunaan segala sumber daya yang ada pada rumah sakit agar mencapai hasil pelayanan keperawatan yang seoptimal mungkin. Pasien safety dan kepuasan pasien dalam pelayanan medis juga merupakan indikator yang sangat penting. (Anggri, 2011)






BAB III
PEMBAHASAN
A.    Kasus
Ny. C 45 tahun, dibawa oleh keluarganya untuk berobat di rumah sakit X, menggunakan kartu JAMKESMAS. Ny.C didiagnosa medis terkena penyakit DHF, mukanya tampak pucat dan terlihat lemas. Ny. C dirawat di ruang anggrek kelas III dengan jumlah pasien 6 orang. Ruangan terlihat pengap, panas, tanpa tirai penutup, hanya ada 1 kipas angin dan kamar mandi tampak kotor. Perawat D yang dinas saat itu terlihat tidak ramah dan jutek ketika pasien menanyakaan tentang perkembangan kesehatannya, perawat D hanya menjawab seperlunya. Tidak menjabarkan dengan jelas. Pada pasien di kelas I perawat D bersikap sebaliknya. Sikap perawat D menggambarkan membedakan antara pasien satu dengan yang lain.
B.     Permasalahan
Dari kasus diatas didapatkan beberapa permasalahan diantaranya:
1.      Ruangan terlihat pengap, panas, tanpa tirai penutup, hanya ada 1 kipas angin dan kamar mandi tampak kotor
2.      Perawat D yang dinas saat itu terlihat tidak ramah dan jutek
3.      Perawat tidak memberikan informasi dengan jelas ketika pasien menanyakaan tentang perkembangan kesehatannya, perawat D hanya menjawab seperlunya dan tidak menjabarkan dengan jelas
4.      Pada pasien di kelas I perawat D bersikap sebaliknya. Sikap perawat D menggambarkan membedakan antara pasien satu dengan yang lain

C.    Pembahasan
1.      Analisa Kasus
Menutur Megan (1989) ada 5 langkah dalam pemecahan masalah, diantaranya :
a.       Mengkaji situasinya
b.      Mendiagnosa masalahnya
c.       Membuat tujuan dan rencana pemecahan masalah
d.      Melaksanakan rencana
e.       Mengevaluasi hasil

a.       Pengkajian
Dari hasil pengkajian didapatkan 4 masalah yaitu :
1)      Perawat terlihat tidak ramah dan jutek.
2)      Perawat tidak memebrikan informasi dengan lengkap dan jelas
3)      Membedakan antara pasien 1 dengan yang lain (Pada pasien di kelas I perawat bersikap sebaliknya).
4)      Ruangan terlihat pengap, panas, tanpa tirai penutup, hanya ada 1 kipas angin dan kamar mandi tampak kotor.
Analisa Masalah
Masalah pertama yaitu Perawat D terlihat tidak ramah dan jutek. Dari permasalahan ini sangat jelas bahwa perawat tidak bersikap baik terhadap pasien. masalah lanjutan yang desebabkan oleh sikap perawat ada pada permaslahan ketiga dan keempat, yaitu Perawat juga tidak memberikan informasi yang jelas dan perawat membedakan perawat 1 dengan perawat yang lainnya. Semua masalah ini jelas menurunkan mutu dalam pelayanan keperawatan.

Masalah kedua adalah kondisi ruangan sangat panas dan pengap, terlihat banyak pasien yang kegerahan dan menggunakan kipas tangan, tidak hanya privasi antar pasien maupun dengan orang yang berada di luar ruang rawat. Hal ini disebabkan oleh kondisi ruang rawat yang buruk.

b.      Diagnosa
1)      Perawat tidak bersikap baik terhadap pasien
2)      Kondisi ruang rawat yang buruk
c.       Intervensi
1)      Perawat tidak bersikap baik terhadap pasien
Tujuan       : Pasien merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh perawat
Rencana    : lapor dan diskusi mengenai perawat D yang tidak bersikap baik terhadap pasien kepada kepala ruangan.
Rasional    : Agar mutu dalam pelayanan keperawatan dapat menjadi lebih baik dan meningkat

2)      Kondisi ruang rawat yang buruk
Tujuan       : Rasa nyaman pasien di ruangan terpenuhi
Rencana    : Diskusi dengan kepala ruangan untuk membicarakan masalah ini kepada manajemen rumah sakit untuk membenahi ruangan yang panas dan pengap, serta baiknya mengenai privasi pasien.
Rasional    : Agar pasien menjadi lebih nyaman

d.      Implementasi
1)      Melaporkan dan berdiskusi kepada kepala ruangan mengenai perawat D yang tidak bersikap baik terhadap pasien.

2)      Berdiskusi dengan kepala ruangan untuk membicarakan masalah ini kepada manajemen rumah sakit untuk membenahi ruangan yang panas dan pengap, serta baiknya mengenai privasi pasien.


2.      Pembahasan
a.       Klasifikasi dan Dampak yang di timbulkan permasalahan:
Dari hasil pengkajian di atas didapatkan beberapa masalah yang dapat berdampak buruk terhadap Kualitas Mutu Pelayanan Keperawatan. Masalah yang pertama di timbulkan karena perawat tidak bersikap baik terhadap pasien. Digambarkan pada kasus, perawat D terlihat tidak ramah dan jutek. Pada masalah ini jelas belum memenuhi dimensi mutu Assurance atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan dan kemampuan para karyawan rumah sakit untuk menumbuhkan rasa percaya pelanggan kepada rumah sakit, Karena pada kasus ini digambarkan bahwa perawat terlihat tidak ramah dan jutek. Hal ini jelas menurunkan mutu dari pelayanan keperawatan. Masalah ini juga tidak memenuhi kriteria standar pelayanan keperawatan 5 yaitu adanya bukti bahwa staff  ketentuan standar praktek keperawatan dan berpedoman pada etika profesi yang berlaku, karena perawat bersikap tidak menyenangkan terhadap pasien. Dampak yang dapat ditimbulkan dari maslah ini adalah pasien merasa takut dan tidak nyaman karena sikap perawat yang jutek dan tidak bersahabat.
Pada kasus juga digambarkan, perawat D tidak memberikan informasi dengan lengkap dan jelas. Pada masalah ini belum memenuhi dimensi mutu Responsiveness. Responsiveness atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada pasien, dengan penyampaian informasi yang jelas. Pada masalh ini digambarkan perawat tidak memberikan informasi dengan lengkap dan jelas. Masalah ini juga tidak memenuhi standar pelayanan keperawatan 2, yaitu administrasi dan pengelolaan pendekatan sistematika yang digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan berorientasi pada kebutuhan pasien. dampak yang dapat ditimbulkan pada masalah ini adalah pasien menjadi tidak mengerti tentang perkembangan penyakitnya dan pasien tidak tahu apa yang harus ia lakukan agar bisa cepat sembuh dari penyakitnya. Ini dapat menyebabkan proses penyembuhan penyakit klien menjadi lebih lama dari yang seharusnya.
Selain tidak memberikan informasi, perawat D juga membedakan antara pasien 1 dengan yang lain. Pada masalah ini belum memenuhi dimensi mutu Emphaty. Empati lebih merupakan ’perhatian dari perawat yang diberikan kepada pasien secara individual’. Sehingga dalam pelayanan keperawatan, dimensi empati dapat diaplikasikan melalui cara berikut, yaitu : memberikan perhatian khusus kepada setiap pasien; perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarganya; perawatan diberikan kepada semua pasien tanpa memandang status sosial dan lain-lain. Pada kasus tergambar jelas bahwa perawat membedakan status social karena bersikap beda antara pasien satu dengan yang lain, sehingga pelayanan perawat pada dimensi Empati belum terpenuhi. Masalah ini juga tidak memenuhi kriteria standar pelayanan keperawtan 5 yaitu adanya bukti bahwa staff  ketentuan standar praktek keperawatan dan berpedoman pada etika profesi yang berlaku, karena perawat bersikap tidak menyenangkan terhadap pasien. Pada masalah ini dapat menyebabkan pasien menjadi merasa tidak nyaman, dan perawat dapat kehilangan kepercayaan dari pasien.
Ruangan terlihat pengap, panas, tanpa tirai penutup, hanya ada 1 kipas angin dan kamar mandi tampak kotor. Pada masalah ini menunjukan bahwa rumah sakit tempat Ny. C dirawat mempunyai fasilitas mutu pelayanan kamar perawatan yang belum memenuhi dimensi mutu Tangible atau bukti fisik, karena masih belum memenuhi nilai mutu yang seharusnya. Masalah ini juga tidak memenuhi Standar  pelayanan keperawatan 4 yaitu, Fasilitas dan peralatan harus memadai untuk mencapai tujuan pelayanan keperawatan. Hal ini dapat berdampak pada rasa nyaman pasien, dapat di gambarkan pada ruang rawat yang pengap atau panas, ini dapat meneyebabkan pasien tidak bisa tidur atau tidur pasien terganggu, sehingga waktu istirahat pasien menjadi berkurang. Selain itu digambarkan pula tidak terdapatnya skerem sebagai pembatas antar pasien, dan tidak terdapat gorden setiap kamar, ini dapat menimbulkan perasaan malu  yang di alami oleh pasien, pasien juga dapat merasa tidak nyaman dalam melakukan aktivitasnya karena mengaggap tidak adanya privasi terhadap dirinya, baik antar pasien maupun dengan orang yang ber ada di luar kamar.
b.      Penyelesaiian :
Seperti dijelaskan pada sub bab sebelumnya dampak yang dapat di timbulkan dari masalah perawat tidak bersikap baik terhadap pasien diantaranya, dapat membuat pasien merasa takut dan tidak nyaman, proses penyembuhan lebih lama, dan kehilangan kepercayaan dari pasien terhadap perawat.
Selain banyak berdampak pada pasien, masalah ini juga dapat mengabaikan hak-hak pasien diantaranya,
a.       Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan/tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya
b.      Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi
c.       Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan medis, standar profesi dan standar prosedur operasional, dan
d.      Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi.
Agar hak-hak pasien kembali terpenuhi, maka dibutuhkan penyelesaian berupa penindak lanjutan sikap perawat D tersebut. Alternatif penyelesaian yang dapat dilakukan diantaranya pemberian surat peringatan dan dilakukan coaching oleh kepala ruangan terhadap perawat tersebut, atau dengan alternatif kedua yaitu pemecatan perawat tersebut.
Keuntungan yang didapatkan dari alternatif pertama yaitu dapat menyadarkan perawat akan sikapnya yang tidak baik. Keuntungan dari alternatif kedua yaitu dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, karena perawat yang bersikap seperti itu sudah tidak ada. Kerugian dari alternatif pertama yaitu perawat dapat mengulangi tindakannya, sedangkan kerugian dari alternatif kedua yaitu  dapat menyebabkan kurangnya tenaga keperawatan.
Dari keuntungan dan kerugian yang ada, yang lebih efektif dan efisisen untuk dipilih adalah alternatif yang peratama, yaitu memberikan surat peringatan dan dilakukan coaching  oleh kepala ruangan, tapi dengan catatan tetap dalam pengawasan, agar tidak terulang kembali.
Selain perawat bersikap tidak baik terhadap pasien, pada kondisi ruang rawat yang buruk juga dapat menyebabkan terabaikannya beberapa hak pasien oleh perawat, yaitu hak mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya (isi rekam medis).
Pada masalah kondisi ruang rawat yang buruk, satu–satunya alternatif yang dapat dilakukan perawat pelaksana adalah berkoordinasi dengan kepala ruangan agar menyampaikan keluhan pasien kepada pihak manajemen Rumah Sakit terkait dengan terganggunya kenyamanan pasien berhubungan dengan fasilitas yang kurang memadai. Penambahan fasilitas yang dibutuhkan yaitu seperti pemasangan skerm, dan gorden disetiap jendela ruangan. Hal tersebut dibutuhkan untuk menjaga privasi dan kenyamanan pasien diruangan.
Semua alternatif penyelesaian masalah dilakukan agar masalah dapat teratasi, hak-hak pasien dapat terpenuhi, dan yang utama dapat meningkatkan manajemen mutu dalam pelayanan keperawatan.



BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Manajemen Mutu dalam Pelayanan Keperawatan merupakan suatu pelayanan keperawatan yang komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual yang diberikan oleh perawat profesional kepada pasien (individu, keluarga maupun masyarakat) baik sakit maupun sehat, dimana perawatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dan standar pelayanan. Secara sederhana proses kendali mutu ( Quality Control ) dimulai dari menyusun strandar – standar mutu, selanjutnya mengukur kinerja dengan membandingkan kinerja yang ada dengan standar yang telah ditetapkan. Apabila tidak sesuai, dilakukakn tindakan koreksi. Bila diinginkan peningkatan kinerja perlu menyusun standar baru yang lebih tinggi dan seterusnya.
Dalam Manajemen Mutu dalam Pelayanan Keperawatan ada beberapa Dimensi mutu yang mencerminkan segala pelayanan keperawatan tersebut diantaranya yaitu Dimensi Tangible atau bukti fisik, Dimensi Reliability atau keandalan, Dimensi Responsiveness atau ketanggapan, Dimensi Assurance atau jaminan dan kepastian, dan Empati.
Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan berupa Audit Struktur (Input, Proses (Process), Hasil (Outcome). Dalam Manajemen Mutu dalam Pelayanan Keperawatan terdapat Strategi Mutu Pelayanan Keperawatan, diantaranya Quality Assurance (Jaminan Mutu), Total quality manajemen (TQM). Peran sebagai seorang pemimpin dalam pelayanan kesehatan adalah menjadi model kepemimpinan yang berpusat pada prinsip (principle centered leadership).
Pada bab sebelumnya kasus menggambarkan bahwa perawat D terlihat tidak ramah dan jutek, perawat juga tidak memebrikan informasi dengan lengkap dan jelas, serta membedakan antara pasien 1 dengan yang lain terlihat pada pasien di kelas I perawat bersikap sebaliknya, dan juga permasalahan ruangan terlihat pengap, panas, tanpa tirai penutup, hanya ada 1 kipas angin dan kamar mandi tampak kotor.
Dari permasalahan tersebut dapat dirumuskan yang menjadi penyebab dari permasalahan tersebut adalah Perawat tidak bersikap baik terhadap pasien dan Kondisi ruang rawat yang buruk. Maka dari itu untuk mengatasi penyebab permaslaahan tersebut harus dilakukan penyelesaian alternatif, diantaranya untuk perawat tidak bersikap baik terhadap pasien dapat dilakukan penyelesaian alternatif yaitu memberikan surat peringatan dan dilakukan coaching  oleh kepala ruangan, tapi dengan catatan tetap dalam pengawasan, agar tidak terulang kembali. Sedangkan untuk Kondisi ruang rawat yang buruk yang dapat dijadikan alternatife penyelesaiaan masalah adalah adalah berkoordinasi dengan kepala ruangan agar menyampaikan keluhan pasien kepada pihak manajemen rumah sakit terkait dengan terganggunya kenyamanan pasien berhubungan dengan fasilitas yang kurang memadai.
Pada kasus dapat disimpulkan bahwa rumah sakit X tempat Ny. C dirawat Manajemen Mutu dalam pelayanan keperawatan masih buruk karena belum memenuhi, standar pelayanan keperawatan, belum memenuhi hak-hak pasien dan juga belum memenuhi kelima dimensi Mutu dalam pelayanan keperawatan tersebut sehingga perlu alternatif penyelesaian masalah untuk meningkatkan menejemen mutu dalam pelayanan keperawatan  di rumah sakit X.

B.     Saran
Adapun saran yang diharapkan penulis kepada pembaca agar pembaca dapat mulai menerapkan manajemen mutu di kehidupan sehari-hari. Mulai meningkatkan manajemen mutu dan dapat menjaga kualitas mutu dengan sebaik mungkin. Terutama manajemen mutu dalam pelayanan keperawatan yang diberikan kepada klien maupun pasien sehingga dapat menjadi perawat yang professional.




DAFTAR PUSTAKA

Wijono, Djoko. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Vol.1. Surabaya : Airlangga University Press.

Anggri. (2011). Peran dan Pemimpin dalam Meningkatkan Mutu. http://anggri-healthsystemdisa
ster.blogspot.com/2011/02/peran-pemimpin-dalam-meningkatkan-mutu.html Di akses pada
       tanggal 30 September 2014

Endri Astuti. (2005). Indikator Mutu Keperawatan Menurut ANA. http://www.mutupelayanankes
       ehatan.net/index.php/publikasi/artikel/19-headline/1272-jenis-jenis-indikator-mutu-pelayana
       n-keperawatan. Di akses pada tanggal 29 September 2014.

Etika LavleeHongki. (2012). Manajemen Keperawatan.  http://www.slideshare.net/etikars/31801
       900-manajemenkeperawatan?related=1. Diakses pada tanggal 29 September 2014).
Ratizza Ramli.(2010). Manajemen Keperawatan. http://www.academia.edu/4750548/Manajeme
       n_Keperawatan_By_Ratiza_S.Kep. Diakses pada tanggal 30 September 2014.
Windy Rakhmawati. (2009). Pengawasan dan Pengendalian dalam Pelayanan Keperawatan.          http://pustaka.unpad.ac.idwpcontentuploads201003pengawasan_dan_pengendalian_dlm_pelayanan_keperawatan.pdf. Di akses pada tanggal 29 September 2014.